Minggu lalu, seperti biasa ia menjemputku di sekolah seusai kegiatan ekskul ku. Tidak ada sapaan, tidak ada kata – kata yang terlontar dari mulutnya. Seperti biasa pula aku langsung naik ke atas motor, duduk di belakang. Seminggu kemudian, aku menunggunya menjemputku. Tidak biasanya ia terlambat pikirku. Ketika aku menelpon ke rumah, mereka bilang ia masuk rumah sakit.
Melihatnya terbaring lemah, begitu banyak selang infus dan entah selang – selang lainnya yang mereka pasangkan di tubuhnya. Ia cuma bisa menatapku dalam diam. Selang – selang itu membuatnya tidak bisa berkata – kata. Beberapa hari kemudian kondisinya semakin menurun. Ia terus – terusan tertidur, dan aku pun tidak bisa melakukan apa – apa. Bahkan membisikkan kata – kata semangat di telinganya pun tak kulakukan.
Siapa yang tahu hari itu adalah hari terakhir ia menjemputku. Kalau saja aku tahu, mungkin aku akan banyak berbicara dengan dirinya. Menceritakan sekolahku, kegiatanku, apa yang kuinginkan, dan mengatakan betapa aku menyayanginya walaupun kami tidak pernah banyak bicara. Pun di saat – saat terakhirnya, kami tetap menghabiskannya dalam diam.
Kita tidak pernah tahu kapan kita kehilangan orang – orang yang kita sayangi.
Just say what you need to say.
Miss you Dad..